Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karena Kepalamu Tak Sama dengan Kepalaku

beda-pendapat

Apa yang akan Kawan lakukan ketika ada orang yang berbeda haluan dengan kita? Menyerang secara membabi buta agar orang tersebut akhirnya mengiyakan argumen, tidak ambil urusan, menghormati pendapat masing-masing?

Saya sering enek dengan perdebatan kusir yang mengincar kemenangan semu. Buat apa sih sebenernya? Terus kalau situ menang debat, situ lantas benar begitu? Kan tidak juga?

Ayolah! Setiap manusia memiliki kepala yang berbeda. Setiap kepala memiliki ukuran yang berbeda pula. Lantas, kita mau memaksakan apa yang ada di pikiranmu harus pula ada di kepala orang lain?

Saya paling sebal jika ada orang yang lantas berkomentar negatif, terlebih jika itu berkaitan dengan hukum, agama semisal.

A: Riba haram. 

B: Ah sombong amat pakai ngeharam-haramin riba. Terus kalau riba haram, situ mau nuduh orang yang kerja di bank kerjanya enggak halal dong? Terus kalau riba haram, kenapa situ masih pakai bank buat bertransaksi?

Pernah melihat perdebatan semacam itu? Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Membela si A dengan mengeluarkan dalil-dalil atau memperjuangkan suara B dengan argumen-argumen yang tak bisa ditolak? Lalu, apa yang didapat?

Dulu, mungkin saya akan nyemplung jika melihat debat panas begitu. Sayang banget kalau hanya jadi penonton. Lalu, setelah melewati masa-masa jahiliyah tersebut dan mempertanyakan apa yang saya dapat selain rasa sakit hati, saya berhenti melakukannya.

Saya suka dengan diskusi. Saya suka dengan adu argumen. Hal pertama yang saya lakukan ketika melihat dua orang berseberang pola pikir adalah melihat sudut pandang yang diambil. Jika sudah, saya kembalikan ke hukum dasar.

Soal riba, misalnya. Mengapa si A kontra? Mengapa si B pro? Oh, yang satu menggunakan sudut pragmatis yang satu menggunakan sudut religius. Hukum dasarnya apa? Karena saya muslim tentu saja kembalikan ke dalil. Ada tidak ayat yang membahas soal itu. Oh, ada! Oke, karena saya meyakini agama saya, maka saya pun meyakini hukum yang melekat pada agama saya.

Lalu, bagaimana jika ternyata saya belum bisa lepas dari segala hal yang mungkin masih bisa dilabeli riba? Yang penting saya meyakini kebenaran dulu. Jikapun saya belum bisa lepas, bukan hukumnya yang salah. Saya yang belum bisa menjalankan hukum dengan baik. Bukan lantas karena saya salah, saya lalu menyalahkan hukum.

Intinya adalah kita mencoba memahami sudut pandang yang digunakan orang lain. Jika memang tidak sama, tak perlu menyerang untuk meyakinkan sudut pandang kita yang paling benar.

Bagaimana seharusnya menyikapi perbedaan? Biarkan saja. Toh, perbedaan indah bukan? Pelangi tak akan menjadi indah jika hanya memilki satu warna. Taman juga tak menarik jika memiliki bunga warna-warni.

Saya dan kamu tak harus sependapat. Namun, saya dan kamu harus berjabat erat, tak boleh baku hantam! Berbeda itu indah. 

Susana Devi Anggasari
Susana Devi Anggasari Hai, saya Susana Devi. Mamak dari Duo Mahajeng, Mahajeng Kirana dan Mahajeng Kanaya. Untuk menjalin kerja sama, silakan hubungi saya.