Ayo Lawan Kekerasan Berbasis Gender!
Walau sudah seratus enam belas tahun sejak kepergian R.A. Kartini, posisi wanita di negara kita masih sangat lemah. Wanita selalu mendapat posisi yang salah dalam setiap "masalah" yang ada.
Masih ingat kasus Baiq Nuril yang justru terjerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik karena merekam percakapan tidak senonoh atasannya? Bagaimana seorang "korban" justru dijadikan "tersangka", bahkan mendapat hukuman? Masih banyak hukum yang belum mampu memayungi kebebasan serta harkat dan martabat wanita.
Saya tidak akan berbicara mengenai hukum lebih lanjut, tetapi bagaimana wanita menjaga dirinya dari kekerasan yang mungkin dialami.
Mengenal Kekerasan Berbasis Gender
Berdasarkan Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan terhadap wanita secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi digolongkan sebagai kekerasan terhadap perempuan atau kekerasan berbasis gender.
Dalam Webinar 15‒Anti Kekerasan Berbasis Gender,Ibu Maria Ulfah Anshor, Komisioner Komnas Perempuan, menyebutkan bahkan kekerasan terhadap perempuan memiliki banyak ragam. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan fisik, seksual, psikis, sosial, maupun ekonomi.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Catahu 2020 mencatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini hanyalah angka yang tercatat. Sementara kita tahu bahwa banyak sekali kasus kekerasan terhadap perempuan banyak yang tidak terlapor.
Mengapa Kekerasan Berbasis Gender Perlu Dihentikan?
Angka kekerasan terhadap perempuan perlu ditekan. Luka yang ditimbulkan akibat kekerasan terhadap perempuan ini bersifat traumatik. Tak seperti luka lainnya yang dapat segera sembuh dalam hitungan hari, dampak dari kekerasan terhadap perempuan ini berkepanjangan. Selain memengaruhi fisik, kekerasan yang terjadi akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Bergerak Lawan Kekerasan Berbasis Gender!
1. Pahamkan Hak dan Kewajiban Wanita
Tak banyak masyarakat yang memahami batas antara hak dan kewajiban wanita. Kedudukan wanita selama ini hanya berdasarkan akar budaya yang melekat.
Sebagai seorang ibu, kewajiban saya adalah melindungi anak-anak. Oleh karena itu, sejak dini Kirana dan Kanaya harus diberi pemahaman apa saja yang menjadi hak dan apa yang menjadi kewajiban mereka sebagai wanita.
Sebagai seorang guru, kewajiban saya adalah menjaga para siswa untuk tidak menjadi pelaku dan tidak menjadi korban kekerasan. Para siswa ini harus diberi dasar yang kokoh bagaimana batasan hak dan kewajiban wanita yang harus dihormati.
2. Gandeng Laki-laki untuk Melindungi Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya masalah perempuan. Seorang anak perempuan adalah tanggung jawab ayahya. Seorang istri adalah tanggung jawab suaminya. Oleh karena itu, lelaki harus menjadi pelindung bagi perempuannya.
Optimalkan peran lelaki untuk melindungi perempuan di sekitar. Bangun budaya kesetaraan. Di dalam keluarga misalnya, seorang ayah dianjurkan membantu pekerjaan istrinya. Tak masalah bagi anak laki-laki membantu ibu di dapur. Pola-pola semacam ini akan membetuk dasar yang kuat untuk saling menjaga dan meminimalisasikan potensi kekerasan terhadap perempuan.
1 komentar untuk "Ayo Lawan Kekerasan Berbasis Gender!"
Sugeng rawuh di susanadevi.com. Silakan tinggalkan jejak di sini. Semua jejak yang mengandung "kotoran" tidak akan ditampilkan ya!