Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Goblok yang Kebangetan atau Kesadaran yang Kebablasan?

Jangan Tolak Jenazah Covid


Berita penolakan jenazah Covid-19 benar-benar membuat saya miris. Menangis saya. Hati mana hati? Sebegitukah mati nurani?


Bodoh yang Kebangetan atau Kesadaran yang Kebablasan?

Saya heran dengan masyarakat kita yang … ah, susah saya menyebutkannya. Di awal datangnya virus ini, saya setiap hari menahan geram yang tak tertahan dengan orang-orang yang abai.

Tolong diam di rumah.

Namun, betapa susahnya memahamkan orang-orang untuk di rumah. Terlebih, jika sudah menyangkutpautkan agama dan keimaman. Bukankah dalam beragama kita juga harus menggunakan dasar pengetahuan? Bukankah semua agama itu baik? Saya rasa, tak ada agama yang  menganjurkan untuk berbibadahlah di tempat ibadah hingga semua peluru menembus ragamu dan kau tak mampu lagi berjalan ke sana! Iya, kan?

Diam di rumah itu untuk memutus rantai penyebaran virus. Seandainya pada awal pandemi ini menyerang, semua nurut. Sami'na Wa Atho'na terhadap pemerintah. Tapi, ya sudahlah! Toh, nasi sudah jadi bubur.

Namun, sangat disayangkan ketika masyarakat mulai sadar akan bahaya Covid ini justru yang terjadi adalah kesadaran yang kebablasan. Berlebihan. Lebay. Ora mutu blas!

Jenazah Covid-19 ditolak. Hello? Situ waras? Apa dikata jenazah bisa bangkit lalu bersin? Apa kamu juga mau keluyuran ke makam terus ngelus-ngelus tuh peti mati? Tolong deh, jangan berlebihan!

Perawat rumah sakit di usir dari kontrakan.  Ya Allah. Situ punya hati nurani? Mereka juga punya keluarga yang harus mereka lindungi. Mereka berdekatan dengan para pasien Covid bukan semata karena mau mereka sendiri, lho. Tanggung jawab. Hati nurani. Kalau mereka enggak punya hati, ngapain juga mereka mau berkorban bahkan untuk orang yang enggak dikenalnya.

Pernah denger pas Hengky Kurniawan mau meminjamkan rumah mewahnya buat menampung para tenaga medis yang diusir lalu warga sekitar menolak? Kok bisa, ya? Seolah masyarakat kita selain enggak punya otak sepertiya hati mereka juga sudah mati. Bagaimana kalau pas kita sakit lalu ditolak sama para tenaga medis? Habis kita. Indonesia bisa dipastikan hanya tinggal sejarah.

Saat seperti ini, saya salut sekali dengan Gubernur Jawa Tengah. Salam takzim kagem panjenengan, Pak Ganjar. Coba deh simak video yang saya dapatkan dari halaman FB officialnya. 

Pak Ganjar: Jangan Tolak Jenazah Covid-19


Jadi, mari kita edukasi orang sekeliling kita. Covid bukan aib!Jangan jauhi orangnya, jangan tolak jenazahnya. Musuh kita adalah virusnya, bukan orangnya!


Covid Bukan AIB

Terserang virus Corana bukan aib. Bukan sesuatu yang patut disembunyikan. Yang belum kena tak lantas boleh mengucilkan. Semua berpotensi menjadi pengidap.. Tak pandang latar belakang keluarga, sosial, pendidikan. Mau raja, mau hamba sahaya. Tak ada bedanya bagi Corona ini.

Pagi ini aku berkomunikasi dengan adik sepupuku yang berprofesi sebagai perawat di RS Telogorejo. Ia menceritakan bahwa salah satu teman perawatnya ada yang terpapar virus ini gara-gara ada pasien yang tidak  jujur. Ia menutupi riwayat perjalanannya. Mengapa si pasien bisa begitu? Dalam bayangannya, terindikasi Covid itu AIB. Makanya, ia berusaha untuk menutupi. Ia berusaha menyangkal bahwa dirinya bisa jadi terkena Corona. Padahal, keegoisan ini bisa jadi mara bahaya buat orang lain.

Ada video bagus dari dr. Tirta. Simak deh penjelasannya berikut. Dua puluh lima menit yang bener-bener bermanfaat.

Edukasi dr. Tirta: Corona Bukan Aib


Jadi,

Ayo Kawan Suzan, bergerak! Corona ini tidak hanya bisa diatasi oleh pemerintah saja, dokter saja. Tidak! Semua harus bergerak. Semua harus ambil peran. Sekecil apapun.

Saya yakin masing-masing dari kita punya smartphone yang minimal harganya dua juta. Jangan sampai kita kalah smart dari smartphone kita. Kita wajib belajar agar kita bisa mengedukasi orang-orang sekeliling kita.

Kita harus bersatu. Jangan sampai kita malah memecah belah dengan berbagai isu yang seharusnya tak perlu diangkat. Yakin, jika kita bersatu Corona segera berlalu.

 

Susana Devi Anggasari
Susana Devi Anggasari Hai, saya Susana Devi. Mamak dari Duo Mahajeng, Mahajeng Kirana dan Mahajeng Kanaya. Untuk menjalin kerja sama, silakan hubungi saya.